JAKARTA, KOMPAS.com - Infrastruktur adalah jantung pembangunan sekaligus tulang punggung kesatuan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah harus mengarahkan berbagai sumber daya bagi upaya percepatan pembangunan infrastruktur.
Demikian benang merah Indonesia Infrastructure Outlook 2013 yang diselenggarakan harian Kompas dan Bank Negara Indonesia di Jakarta, Selasa (18/12/2012). Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menjadi pembicara kunci dalam seminar yang dibuka Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama itu.
Acara digelar dalam dua sesi. Sesi pertama dipandu Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Unika Atma Jaya Jakarta A Prasetyantoko. Sesi kedua dipandu Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali.
Sesi pertama menghadirkan tiga narasumber: Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Asisten Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Transportasi Rudi Siahaan, serta Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian Lucky Eko Wuryanto.
Sesi kedua menghadirkan narasumber Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo, Direktur Utama PT Hutama Karya Tri Widjajanto Joedosastro, Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri S Sunoko, dan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II RJ Lino.
"Infrastruktur merupakan syarat yang harus ada untuk selanjutnya melakukan pembangunan, untuk selanjutnya menggerakkan lalu lintas yang mengangkut barang, mengangkut penumpang, dan secara tidak kita sadari merupakan tulang punggung dari kesatuan bangsa dan negara kita," kata Jakob.
Hatta mengutip pernyataan mantan Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick, minimnya infrastruktur adalah satu dari tiga penyebab mengapa sebagian besar negara berpendapatan menengah tidak mampu beranjak menjadi negara maju.
"Terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap). Ini juga bisa dialami Indonesia jika tidak melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Indonesia saat ini masuk negara berpendapatan menengah," ujar Hatta.
Hatta mengatakan, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan fokus belanja modal untuk pembangunan infrastruktur sangat penting. Namun, APBN saja tidak cukup sehingga dibutuhkan sumber pendanaan di luar APBN.
Anggaran infrastruktur idealnya minimal 5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Alokasinya dalam APBN tahun 2013 adalah Rp 203 triliun. Sementara alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah Rp 96 triliun. Dengan demikian, total anggaran pemerintah baru Rp 299 triliun. Jika proyeksi PDB tahun 2013 adalah Rp 9.300 triliun, alokasi anggaran pemerintah baru 3,2 persen.
Namun, Hatta melanjutkan, sudah ada komitmen dari badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta yang terdaftar dalam Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Alhasil, total anggaran infrastruktur untuk tahun 2013 senilai Rp 438,1 triliun atau 4,71 persen dari PDB.
"Ini sudah mendekati 5 persen PDB. Persoalannya adalah jangan sampai dana yang sudah teralokasi, di mana itu pun masih kurang, penyerapannya tersendat- sendat," kata Hatta.
Pada 2014, Hatta menambahkan, pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur bisa menurunkan biaya logistik menjadi 10 persen dari biaya produksi. Saat ini porsinya masih 14,08 persen. Ukuran standarnya adalah 7 persen.
Tidak serius
Hermanto Dardak menyatakan, tantangan yang jamak dalam pembangunan infrastruktur ialah besarnya kebutuhan anggaran, lahan belum tersedia, dan proyek tidak layak secara finansial. Dalam hal anggaran, peran perbankan sangat besar dalam menerobos kebuntuan yang ada. Namun, skema kredit harus sejalan dengan karakteristik proyek, misalnya bunga lebih rendah, tenor lebih lama, dan pola pengembalian sejalan perkembangan pendapatan.
Gatot Suwondo menegaskan, perbankan BUMN prinsipnya siap memberikan kredit asal proyeknya jelas. Kuncinya, pemerintah menjadi dirigen yang mampu mengolaborasikan berbagai sumber daya yang tersebar di sejumlah BUMN.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi meragukan keseriusan pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur untuk mencegah stagnasi pertumbuhan sektor riil. Anggaran negara sudah habis tersedot untuk subsidi dan pemerintah menghadapi kendala pembebasan tanah untuk berbagai proyek.
"Janji membangun infrastruktur sudah ada sejak 10 tahun lalu dan sampai sekarang tidak jelas wujudnya. Swasta mau membangun terkendala pembebasan tanah sehingga banyak komitmen pinjaman di perbankan belum dipakai," ujarnya.
Apalagi, kata Sofjan, dengan kebijakan ketenagakerjaan sekarang, banyak pengusaha yang memilih menjadi pedagang karena barang impor lebih murah daripada memproduksi sendiri. (HAM/ARN/LAS)
Baca juga:
Bappenas: Indonesia Bukan Negara Autopilot
Pertumbuhan Ekonomi RI Memukau, Pemerataan Menjauh
RI Siap Hadapi Krisis
Indonesia Fokus Menuju Nomor 7 Dunia
McKinsey: Lima Fakta Indonesia Bisa Jadi Negara Maju pada 2030
Simak artikel terkait di topik Ekonomi Indonesia Tetap Melaju
Editor :
Erlangga Djumena
Anda sedang membaca artikel tentang
Indonesia Bisa Keluar dari Jebakan Kelas Menengah
Dengan url
http://chooseacolorfengshui.blogspot.com/2012/12/indonesia-bisa-keluar-dari-jebakan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Indonesia Bisa Keluar dari Jebakan Kelas Menengah
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Indonesia Bisa Keluar dari Jebakan Kelas Menengah
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar