Chanko Nabe, Penuh Cinta dari Rikishi

Written By bopuluh on Kamis, 12 September 2013 | 18.03

RESTORAN Jepang bernama Rikishi ini luput dari pembicaraan penikmat kuliner di Jakarta. Namun, diam-diam selama ini restoran itu menjadi oase bagi ekspatriat Jepang di Jakarta. Hanya di sini pula kita bisa menikmati chanko nabe, menu para pesumo, yang diracik sepenuh hati.

Segelintir orang yang mengenali restoran bersahaja ini menjulukinya "restoran underground" karena tersembunyi dari gemerlapnya restoran Jepang lainnya di Jakarta. Rikishi merupakan istilah untuk menyebut pemain sumo, olahraga gulat khas Jepang.

Tidak ada informasi yang valid mengenai Rikishi di internet. Tiada muslihat pemasaran ala resto masa kini, promosi, ataupun publikasi mengenai Rikishi. Hanya sebuah media komunitas ekspatriat Jepang di Jakarta yang sempat mengulasnya secara singkat dalam bahasa Jepang. Alhasil, pelanggan setia Rikishi nyaris eksklusif datang dari kalangan ekspatriat Jepang di Jakarta saja.

Rikishi dikelola sepasang suami istri Horaguchi Kiyomasa (54) dan Nurjana Horaguchi (47). Restoran mungil ini berlokasi di Jalan Melawai Raya, kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Rikishi berada tepat di tepi trotoar sepanjang Jalan Melawai, beberapa meter dari Hotel Melawai saja.

Ketika restoran tutup saat istirahat siang, noren atau tirai khas Jepang tidak terpasang di muka pintu kayu bercat hijau itu. Noren bergambar pesumo kembali terpasang sebagai tanda bahwa restoran sudah buka kembali pada petang hari. Suasana malam yang temaram, trotoar yang sepi, dan bias sinar neon yang lembut dari papan nama Rikishi memberi aura "underground" yang kental.

Di ruang dalam, pada salah satu sisi dinding, terpasang hiasan berupa tanda tangan dan cap tangan para pesumo dari tingkatan yokozuna, yakni peringkat (banzuke) tertinggi dan dianggap pesumo terandal. "Tidak semua orang bisa mendapatkan cap tangan pesumo dari tingkatan yokozuna. Suami saya kebetulan kakaknya adalah pesumo," ungkap Nurjana, yang akrab dipanggil Nana.

Horaguchi berasal dari Prefektur Miyagi yang dua tahun lalu diterjang gempa. Sekitar 25 tahun lalu, Horaguchi mulai tinggal di Jakarta sebagai karyawan di suatu perusahaan Jepang. Sejak tahun 1993, Horaguchi dan istrinya, Nana, yang orang Indonesia, membuka restoran Rikishi. Restoran ini menjadi semacam pelabuhan bagi Horaguchi untuk menyalurkan hobinya memasak.

Ketika Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori menjamu para pesumo yang datang untuk mengisi acara Sumo Tournament di Jakarta beberapa waktu lalu, Horaguchi mendapat kehormatan memasak seluruh hidangan jamuan untuk para pesumo. Menu yang disantap para pesumo tersebut populer disebut chanko nabe.

Chanko nabe anko

Di Rikishi, semua menu juga dimasak sendiri oleh Horaguchi. Salah satu menu andalan di Rikishi yang tidak tersedia di restoran Jepang lainnya adalah chanko nabe. Ada dua pilihan, yakni chanko nabe ikan anko dan chanko nabe ikan salmon. Ikan anko terbilang amat jarang tersaji di restoran Jepang lainnya di Indonesia. Ikan anko hidup di laut dalam di perairan dingin.


Chanko nabe dihidangkan dengan panci logam berukuran cukup besar dengan tutup dari kayu yang khas dijumpai dalam peralatan masak Jepang. Panci ini dihidangkan di atas kompor mungil untuk merebus. Ketika tutup kayu itu dibuka, aroma sedap dari kaldu menguar memprovokasi selera makan. Pada dasarnya, perwujudan chanko nabe mirip shabu-shabu, tetapi dengan cita rasa yang berbeda.

Kaldu chanko nabe berasal dari potongan tulang-tulang ayam yang dimasak berjam-jam. Menurut Horaguchi, kaldu berperan penting menentukan kenikmatan chanko nabe. Cita rasa kaldu diperkaya dengan mirin, miso, bawang bombay, potongan wortel, dan terkadang sake.

Rasa tajam dari miso, semacam tauco, yang mengintip dari kuah chanko nabe ini justru menjadi ciri khas yang istimewa. Otentisitas diukur dari penggunaan bumbu dan penyedap khas Jepang yang tertib dalam penggunaannya. Mirin, misalnya, tidak akan diganti dengan sejumput gula pasir, seperti yang kadang terjadi di sebagian restoran Jepang lainnya.

Kaldu sebagai basis dari chanko nabe ini kemudian diisi dengan aneka rupa bahan mentah, mulai dari ikan anko, udang, ayam, tahu sutra, konyaku, jamur shitake, kucai, aburage (dari olahan tahu), sawi putih, lobak, jamur enoki, kamaboko (olahan dari ikan), hingga daun bawang. Seluruh bahan itu kemudian direbus di dalam kaldu beberapa menit sebelum siap dinikmati. Tak ada pakem yang ketat untuk menentukan isian kaldu chanko nabe. Yang pasti, semangkuk chanko nabe menjanjikan menu bernutrisi kaya protein.

Dua porsi chanko nabe—jumlah minimal yang bisa dipesan—sebenarnya dapat dinikmati tiga orang. Namun, jika kita begitu antusias dan terlena oleh sedapnya kaldu yang diperkaya usapan gurih ikan anko, boleh jadi dua porsi itu bisa habis sendirian.

Seusai menyantap chanko nabe, biasanya orang Jepang memesan semangkuk nasi untuk kemudian dicemplungkan ke dalam panci yang masih menyisakan kaldu. Sebutir telur mentah kemudian ditambahkan ke dalam panci chanko nabe, diaduk, lalu didiamkan sesaat dalam panci tertutup. Nasi tersebut kemudian akan berwujud mirip bubur yang masih membawa rasa gurih dari sisa kaldu chanko nabe.

Pada masa kini, ketika antrean pengunjung menjadi ukuran kenikmatan masakan di suatu restoran, Rikishi justru anggun dalam kesederhanaannya. Masakan yang diracik penuh cinta, dedikasi, dan tanpa pretensi pada akhirnya tidak hanya membuai indra pengecapan, tetapi juga hati. Dari semangkuk chanko nabe di Rikishi, hati kita akan mengakuinya. (Sarie Febriane)

Editor : I Made Asdhiana


Anda sedang membaca artikel tentang

Chanko Nabe, Penuh Cinta dari Rikishi

Dengan url

http://chooseacolorfengshui.blogspot.com/2013/09/chanko-nabe-penuh-cinta-dari-rikishi.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Chanko Nabe, Penuh Cinta dari Rikishi

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Chanko Nabe, Penuh Cinta dari Rikishi

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger