JAKARTA, KOMPAS.com -- Sepak bola adalah kisah yang tak habis digali. Cerita kemanusiaan jutaan orang yang terlibat di dalamnya berikut besarnya dana yang melingkupi bisa terus memberi inspirasi. Film Hari Ini Pasti Menang yang disutradarai Andibachtiar Yusuf mengajak penonton melihat sepak bola dari sisi berbeda. Film dibuat dengan pendekatan parodis-satiris.
Ada peristiwa, problematika, tokoh-tokoh, berikut perilaku tokoh, dalam film ini, yang mengingatkan pada hal-hal serupa di jagat nyata.
Latar waktu misalnya diambil tahun 2014 yang bisa dibaca sebagai tahun seru di lapangan politik. Cara ini bisa memancing penonton tertawa, meskipun kadang-kadang tawanya menjadi kecut, atau pahit.
Ada nama pemain sepak bola nasional seperti Bambang Pamungkas yang diperankan Ibnu Jamil, pehobi bola yang pernah menjadi presenter acara sepak bola. Namun, ada juga pemain bola pro seperti Andrytani (Persija), Ramadhani Lestaluhu (Sriwijaya FC), dan Rochy Puttiray (eks Timnas). Dilibatkan pula komentator bola seperti Anton Sanjoyo, serta para suporter dari Jakmania, Slemania, dan Aremania. Ada pula nama yang, mungkin hanya secara kebetulan, mengingatkan orang pada nama mereka yang berkiprah di medan politik.
Film dimulai dengan gambar guntingan-guntingan koran lawas yang menunjukkan kejayaan sepak bola Tanah Air termasuk saat Indonesia masuk Piala Dunia. Guntingan koran itu pelan-pelan berubah menjadi berita-berita online yang muncul di Ipad. Iringan musik bernuansa mars yang digarap Ananda Sukarlan membawa nuansa patriotisme. Menarik dicatat, bagaimana komposisi dan permainan Ananda ikut berperan dalam membangun suasana parodis-satiris.
Bola-politik
Adalah Edi Baskoro (diperankan Mathias Muchus), pejabat di Kantor Wakil Presiden. Ia menonton pertandingan bola bersama anak buahnya di ruang kantor yang sempit. Anak semata wayangnya, Gabriel Omar Baskoro (Zandhy Zain), yang punya nama beken GO8, bermain di sana—ingat julukan CR-7 bagi Ronaldo.
Dari situlah cerita mengalir. Umpatan maupun kata-kata pelecehan belasan kali terucap baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan. Suap, judi, seks, aksi brutal suporter, hingga pengaturan skor di lapangan menjadi satu cerita yang membuat penonton berpikir tentang situasi sepak bola di suatu negara.
Edi Baskoro yang hidup jujur dan merasa berhasil mendidik anaknya pun tak berdaya ketika GO8 diketahui terlibat mafia sepak bola. Striker terbaik Indonesia itu tunduk pada perintah pelatihnya, Dimas Bramantyo (Ray Sahetapy). Ia mendapat imbalan satu tas uang bergambar sosok yang mengenakan peci.
GO8 muncul lebih sebagai selebritas daripada olahragawan. Ia ditawari menjadi bintang iklan dari sabun colek hingga sosis. Iklan sosis akhirnya dipilih karena memberi imbalan paling tinggi. Kemewahan melingkupinya. Gadis-gadis mengerumuninya.
Ada satu adegan yang membuat miris saat GO8 bercinta dengan dua gadis. Ananda mengiringinya dengan lagu mirip lagu "Indonesia Raya" yang suaranya parau.
Adegan puncak dua orang ini adalah ketika sang ayah menampar anaknya setelah tahu sang anak terlibat mafia. (Mathias mengaku benar-benar menampar Zendhy agar ekspresinya muncul.)
Andibachtiar Yusuf mengakui cerita berbanding lurus dengan situasi sepak bola Tanah Air. Hanya saja ia melipatkan nilai judi sepak bola yang realitasnya cuma paling tinggi Rp 200.000 menjadi miliaran. Bagaimanapun bola adalah bisnis yang luar biasa besar. Ada banyak uang di sana. Berbagai kepentingan tumbuh di sana. Akan tetapi, Edi Baskoro di film ini digambarkan sebagai pejabat pemerintah yang jujur dan tidak tahu soal praktik korupsi terjadi di negerinya. (Aufrida Wismi Warastri)
